Makalah Tentang Mawaris Dalam Ilmu Fiqih

PEMBAHASAN

1. Pengertian Mawaris
Menurut bahasa mawaris adalah bentuk jama’ dari kata mirosun, yang berarti hal warisan. Sedangkan menurut istilah adalah perpindahan berbagai hak dan kewajiban tentang kekayaan orang meninggal dunia kepada orang lain yang masih hidup.

Sedangkan ilmu yang mempelajari tentang mawaris disebut ilmu faraid. Ilmu artinya pengetahuan dan faraid artinya bagian-bagian tertentu. Jadi ilmu faraid adalah ilmu pengetahuan yang menguraikan cara membagi harta  peninggalan seseorang kepada ahli waris yang berhak menerimanya. Tujuan mempelajari ilmu faraid adalah agar pembagian warisan dilakukan secara adil, tidak ada ahli waris yang dirugikan sehingga tidak akan terjadi perselisihan atau perpecahan diantara ahli waris karena pembagian warisan.
تعلموا الفرائض وعلموها الناس فانه نصف العلم وهو ينسى وهو اول شئ ينزع من امتى ( رواه ابن ماجه والدارقطني)

Artinya:” pelajarilah ulmu faraid dan ajarkanlah dia kepada manusia, karena ilmu faraid itu separoh ilmu, ia akan dilupakan kelak dan ia pulalah yang mula-mula akan tercabut dari umatku”.(H.R. Ibnu Majah dan Ad-Darutni). 

2. Sebab-sebab Seseorang Mendapatkan Harta Waris
 a. Nasab atau adanya hubungan darah atau keturunan 
للرجال نصيب مما ترك الوالدان والاقربون وللنساء نصيب مما ترك الوالدان والاقربون مما قل منه اوكثر نصيبا مفروضا 

Artinya : “ Bagi orang laki-laki ada hak bagian dari harta peniggalan ibu-bapak dan kerabatnya, dan bagi orang wanita ada hak bagian ( pula ) dari harta peniggalan ibu-bapak dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bagian yang telah ditetapkan.” ( Q.S. An-Nisa’:7 ).

 b. Mushoharoh, yaitu adanya ikatan pernikahan yang sah. Misalnya suami atau istri.
ولكم نصف ما ترك ازواجكم 

Artinya: “ dan bagimu ( suami-suami ) seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh istri-istrimu.” ( Q.S. An-Nisa’: 12 ).

 c. Al Wala’ yaitu seseorang yang memerdekakan budak.
الولاء لحمة كلحمة النسب ( رواه ابن حبان والحا كم )

Sabda Rasul : Artinya : Sesungguhnya hak wala’ (kekerabataan) itu untuk orang yang memerdekakan ( H.R. Bukhori Muslim).

 d. Hubungan sesama Muslim, yaitu jika yang meninggal tidak memiliki ahli waris sebagaimana yang telah ditentukan oleh syari’ah.
انا وارث من لاوارس له ( رواه احمد وابو داود )

Artinya: “ Wala’ itu sebagai keluarga seperti keluarga karena nasab”.

3. Hal-hal Dapat Membatalkan Hak Waris Seseorang
 a. Pembunuh. Orang yang membunuh keluarganya tidak mendapatkan bagian harta pusaka dari orang yang dibunuhnya. Sabda Rasul :
عن عمر ابن شعيب عن ابيه عن جده قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم ليس للقاتل من الميراث شئ ( رواه النساء )

 Artinya: “ dari amr bin ash dari ayahnya, dari kakeknya ia berkata Rasulullah SAW bersabda, ‘seseorang pembunuh tidak akan mendapat warisan sedikitpun’. ( H.R. An-Nasa’i )

 b. Hamba sahaya ( Status budak). Firman Allah :
ضرب الله مثلا عبدا مملوكا لايقدر على شئ.....

Artinya : seorang hamba sahaya yang dimiliki yang tidak dapat bertindak terhadap sesuatupun.( Q.S. An Nahl {16} : 75) .

 c. Berbeda agama ( kafir ). 
لا يرث المسلم الكافر ولا الكافر المسلم ( رواه الجماعة )

Artinya : “ Tidak mewarisi orang Islam akan orang yang bukan Islam. Demikian pula orang yang bukan Islam tidak dapat mewarisi orang Islam” ( H.R. Jama’ah ).

 d. Murtad

4. Ahli Waris
Secara keseluruhan ahli waris yang mendapatkan harta pusaka ada 25 orang, yang terdiri dari 15 orang dari pihak laki-laki dan 10 orang dari pihak perempuan.
 a. Pihak laki-laki :
1). Anak lakilaki
2). Cucu laki-laki dari anak laki-laki
3). Ayah
4). Kakek dari pihak ayah
5). Saudara laki-laki sekandung
6). Saudara laki-laki seayah
7). Saudara laki-laki seibu
8).. Anak laki-laki dari saudara laki-laki sekandung ( keponakan)
9). Anak laki-laki dari saudara laki-laki seayah
10). Saudara laki-laki ayah yang sekandung ( paman )
11). Saudara laki-laki ayah se ayah
12). Anak lai-laki saudara ayah yang laki-laki sekandung
13). Anak laki-laki saudara ayah yang laki-laki seayah
14). Suami
15). Lali-laki yang memerdekakan budak.

Jika lima belas orang tersebut di atas masih ada semuanya,  yang diprioritaskan ada tiga , yaitu ;
1) Ayah,
2) Anak laki-laki
3) Suami.
 b. Pihak Perempuan :
1) Anak perempuan
2) Cucu perempuan dari anak laki-laki
3) Ibu
4) Nenek dari pihak ayah
5) Nenenk diri pihak ibu
6) Saudara perempuan sekandung
7) Saudara peremmpuan seayah
8) Saudara peremouan seibu
9) Istri
10) Perempuan yang memerdekakan budak
Jika Sepuluh orang masih ada semua, maka yang diprioritaskan ada lima yaitu :
1) Istri
2) Anak perempuan
3) Cucu perempuan dari anak laki-laki
4) Saudara perempuan sekandung
Jika dua 25 orang masih ada semua, maka yang diprioritaskan adalah sebagai perikut :
1) Ibu
2) Ayah
3) Anak laki-laki
4) Anak perempuan
5) Suami atau istri

5. Hukum Waris Adat dan Hukum Positif
 1. Hukum waris adat
Hukum waris adat erat hubungannya dengan sifat dan bentuk kekeluargaan. Di Indonesia terdapat tiga bentuk kekeluargaan yaitu :
a. Patrilinial, yaitu jalur keturunan ada pihak laki-laki. Oleh karena itu hak waris pun hanya berlaku phak laki-laki saja. Sistem ini berlaku pada masyarakat daerah Batak, Ambon, Irian Jaya dan Bali.
b. Matrilinial, yaitu jalur keturunan ada pada pihak perempuan atau ibu. Karena itu yang berhak atas waris pun hanya anak perempuan. Sisitem ini berlaku pada masyarakat Minagkabau
     c. Parental, yaitu jalur keturunan ada antara aqyah dan ibu punya peran yang sama. Karena itu warisasan pun laki-laki maupun perempuan memperoleh bagiannya. Sistem ini berlaku sebagian besar masyarakat Indonesia.

 2. Hukum waris positif
Di Indonesia ada dua sistem penyelesaian waris, yaitu pertama, menggunakan KUH Perdata, Buku I dari pasal 830 hingga pasal 1130.Kewenangannya ada pada Pengadilan Negeri. Kedua,UU No. 7 th. 1989. Undang-undang ini khususnya berlaku bagi umat Islam dalam menyelesaikan pewarisan. Wewenagnya ada di pihak Pengadilan Agama. Adapun peranan Pengadilan Agama adalah :
a. Menentukan para ahli waris
b. Menentukan harta peniggalan
c. Menentukan bagian masing-masingahli waris
d. Pelaksana dalam pembagian harta peninggalan tersebut
Pada dasarnya sebagian pasal Undang-undang No. 7 tahun 1989 , merupakan implementasi dari hukum Islam, misalnya :

a. Bab III Pasal 176 – 182, tentang ketentuan para ahli waris ( dzawil furud ).
b. Pasal 173.3 Bab II, terhalangnya hal waris bagi pembunuh untuk menerima harta waris dari yang terbunuh.
c. Pasal 171 Bab I, Jika orang yang meninggal tidak mempunyai ahli waris, maka harta bendanya masuk ke Baitul Mal dan dipergunakan untuk kepentinga umat Islam.


DAFTAR PUSTAKA

Muhammad aAli Ash-Shabuni, AM dan Basmalah. 1995, Hukum Waris. Pustaka Muntiq
belajarwaris.blogspot.com, Blog Studi Islam.com
Huzairin. 2004. Hukum Menurut Qur’an dan Hadits. Jakarta: Tintamas.
Blogger
Disqus

No comments