Makalah Karakteristik Madzhab Nahwu Madrasah/Aliran Kufah

KARAKTERISTIK MADZHAB NAHWU 
MADRASAH/ALIRAN KUFAH
Oleh: Muhamad Mahpudin

Abstrak:
Nahwu telah mengalami beberapa fase, yang mana setiap fase pasti melakukan perubahan. Adapun dalam nahwu terdapat beberapa aliran seperti Bashrah, Kufah, Baghdad, Andalusia dan Mesir. Sejarah awal mencatat perkembangan nahwu tidak lepas dari aliran Bashrah dan Kufah. Bashrah dan Kufah memiliki banyak kesamaan mengenai kaidah dalam nahwu, namun ada pula perbedaan karateristik dari keduanya. Bahkan Khalil bin Ahmad al-Farahidi tokoh penting dari kedua aliran tersebut.
Ciri khas nahwu yang diusung mazhab Kufah sebagai berikut:  (a) Menjadikan berbagai dialek Arab yang bertahan di daerah pedalaman sebagai rujukan atau dalil konsep Bahasa; (b) Menjadikan kasus berbahasa yang meskipun kurang populer (jarang terjadi) sebagai qiyas atau rujukan dan alasan konsep mereka; (c) Menjadikan puisi, baik puisi pada zaman pra Islam (Jahiliyah) maupun puisi pada masa Islam sebagai rujukan konsep bahasa mereka meskipun mereka hanya menemukan sebuah bait puisi saja; (d) Merujuk pada berbagai macam atau ragam bacaan (al-Qira’at) yang telah ada; (e) Merujuk pada ayat-ayat al-Qur’an dalam porsi yang lebih besar daripada mazhab Basrah.
Aliran Kufah berpendapat bahwa asal derivasi kata  الإسم diderivasi dari kata الوسم yang berarti العلامة (tanda). Alasannya secara Bahasa berarti tanda, al-ismadalah penanda dari kata yang ditandai dan menjadi tanda untuk mengenalnya, misalnyaزيدatauعمرو menunjukan sesuatu yang telah ditandai sehingga menjadi tanda bagi kata itu. Hal ini diperkuat oleh Abu al-Abbas Ahmad bin Yahya Tsa’lab bahwa al-ism adalah tanda yang disematkan pada suatu yang dikenal dengan tanda itu.
Aliran Bashrah berpendapat bahwa kata  الإسم diderivasi dari kata السموyang berarti العلوّ (tinggi) alasannya secara Bahasa berarti tinggi, menurut aliran Bashrah dikatan سما-يسمو-سمواbahkan dari sinilah muncul penamaan langitسماء karena ketinggiannya, inilah yang dipaparkan oleh al-Mubarrad.

Key words: Bashrah, Kufah, perkembangan, khilafiyyah


BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG 
Ilmu Nahwu adalah ilmu yang pertama kali dibukukan dalam Islam, karena ia bersinggungan langsung dengan pemeliharaan lisan dari kesalahan ketika membaca Al-Qur’an. Al-Qur’an merupakan suatu rujukan yang digunakan umat islam dalam melahirkan berbagai ilmu, salah satu ilmu yang lahir dari Al-Qur’an adalah nahwu. Ilmu nahwu lahir juga berkembang di kota Bashrah oleh Abu Aswad Adu’ali dan para ulama-ulama nahwu di bashrah, kemudian ilmu nahwu terus berkembang menuju beberapa kota yaitu Kufah, Bagdad, Mesir dan Andalus. 
Di samping itu, nahwu juga termasuk dalam kategori ilmu bantu dalam ikhtiar mempelajari ilmu-ilmu lain. Misalnya, ilmu Ushul Fiqh, Tafsir, Fiqh, Mantiq dan lain-lainnya. Ketika Arab mampu menyebar luas keseluruh belahan dunia, tentu saja Bahasa Arab pun menjadi Bahasa resmi umat Islam. Kemudian banyak yang ingin mempelajarinya sehingga terjadilah percampuran dengan Bahasa lain yang merubah susunan gramatikalnya. Fenomena ini menjadi perhatian penting bagi pecinta dan pengamat Bahasa Arab, yang sering menemukan kesalahan dalam bicara dan penulisan. 
Ilmu nahwu di Kufah berlangsung sekitar seabad setelah Basrah. Kajian ilmu nahwu sangat berhubungan dengan tempat, suku dan kehidupan didalamnya. Dari sudut geografis, Kufah merupakan jalur perdagangan dan tempat pergantian kebudayaan. Kareakter kehidupannya adalah militer sehingga sebagian dari mereka adalah apara imigran yang berasal dari ahli qiraah, ahli figh dan para penyair.

B. RUMUSAN MASALAH
a. Bagaimanakah perkembangan nahwu madzhab/aliran Kufah?
b. Bagaimana karakteristik nahwu madzhab/aliran Kufah
c. Apa perbedaan nahwu madzhab/aliran Basrah dan Kufah?

C. TUJUAN PENULISAN
1. Untuk mengetahui perkembangan nahwu pada madzhab/aliran Kufah
2. Untuk mengetahui karakteristik nahwu madzhab/aliran Kufah
3. Untuk mengetahui perbedaan (khilafiyyah) nahwu madzhab/aliran Basrah dan Kufah


BAB II 
PEMBAHASAN

A. Geografis Kota Kufah
Kufah adalah ibukota Mesopotania bagian atas, Irak. Yang terletak di sebelah kanan sungai Kufah (Tigris) yang merupakan salah satu cabang dari sungai Eufrat dan terletak 10 km di timur laut Najaf serta 170 km di selatan Bagdad, di sebelah Barat dan Utaranya berbatasan langsung dengan padang pasir yang sangat luas dan membentang hingga ke kota Syam.Kota ini merupakan salah satu kota bersejarah di Irak yang dibangun oleh Sa'ad bin Abi Waqqas di masa pemerintahan Umar bin Khatthab pada tahun 16-17 H atau antara 2-3 tahun setelah berdirinya kota Bashrah, kemudian kota ini menjadi pusat pemerintahan pada zaman ‘Ali bin Abi Thalib. Dari sudut geografis, Kufah merupakan jalur perdagangan dan tempat pergantian kebudayaan. Karakter kehidupannya adalah militer sehingga sebagian dari mereka adalah para imigran.Kota ini terkenal sebagai negerinya para muhadditsin, penyair, dan ahli qira‘ah. Sehingga terdapat di dalamnya tiga ulama yang masyhur dalam qira‘ah, yaitu: Kisa‘I, Ashim bin Abi an-Nujud, dan Hamzah. Kisa’i inilah yang menjadi pendiri aliran Kufah. 
Di Kufah juga terdapat pasar “al-Kunasah” sebagai arena mendemontrasikan kemampuan para ahli di bidangnya masing-masing, meskipun perannya tidak seperti al-Mirbad yang adadi Bashrah. 

B. Perkembangan Nahwu Madzhab Kufah
Sekitar 100 tahun, madzhab nahwu Kufah baru muncul.  Hal ini disebabkan ulama Kufah lebih konsen pada ilmu keislaman, ilmu nahwu terus berkembang dan mendapatkan momentum perkembangannya yang pesat di masa Abbasiyah, yaitu pertengahan abad ke-2 H. Sebagaimana diketahui bahwa nahwu sebagi suatu ilmu, tumbuh dan berkembang di tangan para ulama Basrah. Sebenarnya Kufah telah melakukan hal yang sama, namun bagaimanapun juga, Basrah lah sebagai pionir dan yang paling awal dalam hal ini.

Tokoh atau ulama nahwu di kufah ini terbagi menjadi lima generasi, yaitu:
1. Generasi Pertama: Mu’adz Al-Hara’I dan Al-Ru’asi
2. Generasi Kedua: Al-kasa’I
3. Generasi Ketiga: Al-Ahmar, Al-Fara, Al-Lihyani
4. Generasi Keempat: Ibnu Sa’dan, At-Thuwal, dan Ibnu Qadim
5. Generasi Kelima: Tsa’lab

Dari Basrah ilmu nahwu terus berkembang ke kufah, yang disebarkan oleh para alumni Madrasah al-Bashriyah. Tidak berbeda dengan di Bashrah, di Kufah lahir “Madrasah Kufiah” sebagai tempat pengkaderan ulama-ulama nahwu Kufah. Madrasah ini dipelopori oleh al-Ru’asi dan al-Harra’, kemudian dari sini bermunculan ulama-ulama nahwu seperti: Hamzah Muhammad ibn Sa’ad. Ali ibn Hazim al-Lihyani, Hisyam ibn Mua’awiyah al-Darir, ibn al-Sikkit, al-Thiwal dan Tsa’lab. 
Pendapat Kisa’I (ahli qira’at) selalu menjadi acuan, baik pengikutnya atau yang lain. Ciri khas madzab ini adalah lebih sering menggunakan qiyas dalam memecahkan sebuah masalah yang berkaitan dengan gramatikal Arab. Terlepas dari siapa pendiri madzhab Kufah, ada seorang tokoh Kufah yang paling berjasa dalam proses ilmiah bahasa Arab, yaitu Khalil bin Ahmad al-Farahidi (100-170 H). Ia adalah seorang yang sangat luas pengetahuan ilmunya (ilmu hadist, fiqh, bahasa, matematika, logika formal), ia juga termasuk salah seorang yang terkenal melakukan perjalanan ke pedalaman untuk melakukan survey bahasa dan mengumpulkannya, lebih jauh lagi Ia membuat teori-teori bahasa yang lebih dikenal dengan ilmu Sharf. Khalil tidak saja melengkapi dan memperluas teori Abu Aswad dan para muridnya, tetapi juga mencetuskan teori baru tentang Mubtada’, Khabar, Kaana, Inna dan saudara-saudaranya beserta fungsi dan cara kerjanya masing-masing. 
Secara historis, lahirnya aliran Kufah dapat dianggap sebagai awal munculnya khilafiyah  dalam nahwu. Sebagaimana diketahui, fase pembentukan dan peletakan dasar ilmu-ilmu nahwu terjadi di Bashrah yang dipelopori oleh Abu al-Aswad al-Du’aliy dan dimotori oleh ulama-ulama Bashrah dengan kajian nahwu yang intensif dan mendalam. Ikut sertanya ulama-ulama Kufah dalam membangkitkan dan mengembangkan ilmu-ilmu nahwu. kemudian tumbuh dan berkembanglah ilmu-ilmu nahwu yang dianggap berbeda dengan Bashrah, meskipun secara metodologis atau bidang kajian mungkin pada awalnya sama saja. Adanya khilafiyyah ini ditandai dengan penyebutan Bashari untuk ulama-ulama Bashrah dan kufi untuk ulama-ulama Kufah.
Khilafiyyah dalam nahwu ini melebar dan meluas karena dua aliran ini mengambil jalan dan metode yang berbeda. Khilafiyyah ini semakin mencuat kerena dibarengi oleh perkembangan kajian filsafat dan logika. Ada beberapa hal yang memberi kontribusi berkembangnya khilafiyyah dalam nahwu diantaranya berkembangnya kajian logika dan filsafat, kajian fikih dan munculnya golongan Muktazilah. 
Sejauh yang ditelusuri, cikal bakal khilafiyyah dalam kajian nahwu pertama kali muncul dalam tataran individu, bukan dalam tataran metodologis aliran.Khilafiyyah dalam tataran individu ini diawali oleh adanya perseberangan pendapat antara al-Kisa’i dengan gurunya al-Ru’asi ketika memperdebatkan masalah-masalah nahwiyah dengan al-Farra’. Pada kesempatan itu, al-Kisa’i mematahkan pendapat al-Ru’asi yang diriwayatkan oleh al-Farra’. Dengan demikian, awal mula khilafiyyah tersebut muncul dalam aliran Kufah.
C. Karakteristik Nahwu Kufah
Apabila melihat kepada sejarah muslim di kota kufah, maka kota kufah bisa dikatakan sebagai suatu kotanya para sahabat nabi. Selain itu madzhab kufah adalah madzhab yang memiliki kajian pendekatan metode dengan menggunakan pendekatan riwayah, disebutkan bahwa sumber-sumber kajian yang dilakukan oleh madzhab Kufah adalahAl-Qur’an, al-Hadits, puisi-puisi Arab, bahasa-bahasa qabilah Arab, dan pendapat para tokoh ilmu nahwu.
Ciri khas nahwu yang diusung mazhab Kufah sebagai berikut:  (a) Menjadikan berbagai dialek Arab yang bertahan di daerah pedalaman sebagai rujukan atau dalil konsep Bahasa; (b) Menjadikan kasus berbahasa yang meskipun kurang populer (jarang terjadi) sebagai qiyas atau rujukan dan alasan konsep mereka; (c) Menjadikan puisi, baik puisi pada zaman pra Islam (Jahiliyah) maupun puisi pada masa Islam sebagai rujukan konsep bahasa mereka meskipun mereka hanya menemukan sebuah bait puisi saja; (d) Merujuk pada berbagai macam atau ragam bacaan (al-Qira’at) yang telah ada; (e) Merujuk pada ayat-ayat al-Qur’an dalam porsi yang lebih besar daripada mazhab Basrah.

Beberapa kaidah yang diklasifikasikan sebagai madzhab Kufah antara lain:
1. Adad yang menunjukkan makna tikrar (التكرير) mengikuti wazan fu’al dan maf’al (فعال، مفعل) dan tidak boleh ditanwin.
2. kata (أجمع) dan (جمعاء) boleh dibentuk Isim tatsniyah, seperti (أجمعاك، أكتعان، أبتعان) dan (جمعاوانو كتعاوان، بتعاوان)
3. Syarth dan jaza’(الشرط) dan (الجزاء) di jazamkan dengan kaifa atau kaifama(كيف، كيفما).
4. Bahwa(إن النافية)beramal (fungsi) seperti amalnya(ليس).
5. Dlamir yang kembali kepada mashdar dapat beramal pada dharf
6. Isim boleh dijazamkan oleh(أن) mudlmarah
7. Boleh membuat athaf mufrad(عطف المفرد)dengan (لكن)
8. Kata (حاش) pada kalimat“حاش الله” adalah kata kerja fi’il.
9. Kata (خلا) ketika didahului oleh(ما) tidak selalu kata kerja, tetapi dapat pula sebagai isim.
10. Dlamir muttashil yang ada pada fa’il dapat meruju’ kepada kata yang posisinya jatuh sesudahnya.
11. كذا boleh diidlofahkan kepada isim mufrad atau isim jama’
12. Boleh mengathafkan isim pada dlamir majrur tanpa mengikutkan huruf jarnya

D. Perbedaan Nahwu Madzhab Basrah dan Kufah 
Madrasah Basrah yang meletakkan dasar awal ilmu nahwu, dan madrasah Kufah yang menguatkan pondasi kaidah-kaidah. Madzhab Kufah lebih unggul dari mazhab Basrah dalam bidang pen-syairan. Selain itu, metode yang dipakai oleh mazhab Kufah adalah studi lapangan. Artinya para ulama nahwu Kufah memperhatikan kalam Arab yang sehari-hari mereka gunakan, kemudian mereka menggunakan gaya bahasa/ uslub yang mayoritas masyarakat Arab dipakai. Hal ini berbeda dengan mazhab Basrah yang lebih ketat, mereka lebih menggunakan akal, menggunakan mantiq serta sumber-sumber filsafat (budaya dan filsafat Yunani). 
Madzhab Kufah cenderung memakai panca indra pendengaran dalam menangkap kalam asli Arab, mereka mendengar ucapan-ucapan fasih dari kabilah-kabilah yang masyhur. Dengan demikian, apa yang mereka dengar, baik itu diterima periwayatannya atau tidak, mereka jadikan pula sebagai dalil. Tak jarang ulama Kufah kerap berbeda pandangan dengan madzhab lainnya. Dalil-dalil dan kaidah yang dipakai pun berbeda, tidak heran jika banyak perbedaan diantara mazhab Kufah dengan Basrah.
Hal dasar pertama yang berbeda antara aliran Kufah dan Basrah adalah penentuan kabilah yang dialeknya bisa dijadikan sebagai rujukan bahasa. Aliran Basrah membatasinya pada kabilah-kabilah yang berada di bagian tengah jazirah Arab sebagai kabilah-kabilah yang berbahasa fushhah. Adapun mereka yang tinggal di pesisir jazirah Arab, dialek-dialeknya dianggap telah kabur disebabkan adanya asimilasi dengan bangsa-bangsa asing yang bertetangga dengan mereka. Sebab itu, aliran Basrah hanya mengambil bahasa Arab dari kabilah Qis, Tamim dan Asad, kemudian dari kabilah Huzayl, sebagian kabilah Kinanah dan Thay. Sementara itu aliran Kufah tidak memberikan syarat apapun, bahkan membolehkan mengambil dari kabilah Arab manapun, baik yang tinggal di pedalaman maupun yang tinggal di pesisir pantai. Mereka sepakat bahwa semua kabilah Arab menggunakan bahasa Arab, karena itu harus diambil semuanya bukan dibatasi pada sebahagian kabilah saja. Asimilasi bukanlah sesuatu yang merusak bahasa melainkan sesuatu yang mesti terjadi. 
Dari segi penggunaan istilah, terdapat perbedaan istilah yang digunakan aliran Basrah dengan istilah yang digunakan aliran Kufah dalam kajian Nahwu. Ibn Al-Anbari mencatat aliran Kufah menggunakan istilah النعـت,sementara aliran Basrah menggunakan istilah الصـفة. Aliran Kufah menggunakan istilah المكـني والكنايـة, sedangkan aliran Basrah menggunakan istilah الضـمير. Aliran Kufah memakai istilah الخـلاف, sementara aliran Basrah menggunakan istilah الظـرف. Aliran Kufah menggunakan istilah الفعـل الـدائم, sementara aliran Basrah menggunakan istilah اسـم الفاعـل. Aliran Kufah menggunakan istilah لأشـباه المفـاع, sedangkan aliran Basrah menggunakan istilah فيـه مفعول مفعول مطلـق ومفعـول لأجلـه ومفعـولمعـه. Aliran Kufah menggunakan istilah الترجمـة, sementara aliran Basrah menggunakan istilah البـدل. Aliran Kufah menggunakan istilah التفسـير, sementara aliran Basrah menggunakan istilah التميـيز. Aliran Kufah menggunakan istilah مـا يجـري ومـا لا يجـري, sementara aliran Basrah menggunakan istilah المصـروف والممنـوع مـن الصـرف. Aliran Kufah menggunakan istilah حـروفالجحـد, sementara aliran Basrah menggunakan istilah حروف النفـي. Apabila ditelusuri kitab-kitab Nahwu yang beredar, akan ditemukan bahwa istilah yang digunakan dalam pembahasan Nahwu lebih banyak menggunakan istilah-istilah Nahwu aliran Basrah. Ini menandakan istilah-istilah Nahwu aliran Basrah lebih populer jika dibandingkan dengan istilah-istilah Nahwu aliran Kufah. 

Contoh khilafiyyah yang terjadi antara Kufah dan Bashrah: 
Aliran Kufah berpendapat bahwa asal derivasi kata  الإسم diderivasi dari kata الوسم yang berarti العلامة (tanda). Alasannya secara Bahasa berarti tanda, al-ismadalah penanda dari kata yang ditandai dan menjadi tanda untuk mengenalnya, misalnyaزيدatauعمرو menunjukan sesuatu yang telah ditandai sehingga menjadi tanda bagi kata itu. Hal ini diperkuat oleh Abu al-Abbas Ahmad bin Yahya Tsa’lab bahwa al-ism adalah tanda yang disematkan pada suatu yang dikenal dengan tanda itu.
Aliran Bashrah berpendapat bahwa kata  الإسم diderivasi dari kata السموyang berarti العلوّ (tinggi) alasannya secara Bahasa berarti tinggi, menurut aliran Bashrah dikatan سما-يسمو-سمواbahkan dari sinilah muncul penamaan langitسماء karena ketinggiannya, inilah yang dipaparkan oleh al-Mubarrad.


BAB III 
PENUTUP

KESIMPULAN
Kufah adalah suatu kota yang terletak di negara Irak, pada masa pemerintahan ‘Ali bin Abi Thalib, kota ini dijadikan sebagai pusat pemerintahan. Kota ini terkenal sebagai negerinya para muhadditsin, penyair, dan ahli qira‘ah. Di kota ini terdapat pasar yaitu “al-kunasah” sebagai arena mendemonstrasikan kemapuan mereka dibidang masing-masing. Kufah merupakan jalur perdagangan dan tempat pergantian kebudayaan. Karakter kehidupannya adalah militer sehingga sebagian dari mereka adalah para imigran.
Tokoh nahwu pada madzhab Kufah terbagi mejadi lima generasi generasi pertama (Ar-Ru’asi, Al-Hara’i), generasi kedua (Al-Kisa’i), generasi ketiga (Al-Ahmar, Al-faraa, Al-Lihyani), generasi keempat (Ibnu Sa’dan, At-Thuwal, Ibn Qadim), dan generasi kelima adalah (Tsa’lab). 
Karakteristik Ilmu nahwu pada madzhab Kufah sesuai dengan generasinya tokoh-tokoh nahwu. Mereka tidak cenderung terhadap suatu kabilah Arab, Asimilasi bukanlah sesuatu yang merusak bahasa melainkan sesuatu yang mesti terjadi.
Krakteristik metode kajian Kufah yaitu: mengembangkan penelitian melalui riwayah, lebih fleksibel dalam hal qiyas, dan terdapat perbedaan istilah nahwu dengan madzhab Bashrah.


DAFTAR PUSTAKA

Asrina, Khilafiyyah Nahwiyyah: Dialektika Pemikiran Nahwu Bashrah dan Kufah alam Catatan Ibn al-Anbari, Padang: Miqot, 2016, Vol. XL
Haykal, Muhamad. Aliran Perkembangan Ilmu Nahwu, Jakarta: FIB UI, 2013
Ihsanuddin, Sejarah Perkembangan Mazhab Nahwu Arab, Yogyakarta: Thaqafiyyat, 2017, Vol. 18
Jazuli, Madchan dan Mustofa, Arif. Implikasi Madrasah Bashrah dan Kufah dalam Pembelajaran di Indonesia, Malang: UIN Malang, 2017
Kholisin, Cikal Bakal Kelahiran Nahwu, Malang: Bahasa dan Seni, 2003, No.1
Ridwan, Karakteristik Nuhat Kufah dan Bashrah, Malang: UIN Malang, T.th
Blogger
Disqus

No comments