Makalah Tafsir Ayat-Ayat Tentang Ibadah

BAB I
PENDAHULUAN

Ibadah adalah tindakan untuk mematuhi perintah dan menjauhi larangan tuhan (Allah) dengan kata lain ibadah ialah suatu orientasi dari kehidupan dan orientasi tersebut hanya tertuju kepada tuhan (Allah) saja.

Manusia diciptakan oleh tuhan dan hanya berorientasikan kepada penciptanya yaitu (Allah), sang pencipta yang menumbuhkan dan mengembangkan manusia, Dia yang memelihara, menjaga dan mendidik manusia, Dia pula yang memberi petunjuk kepada manusia, oleh karena itu hanya kepada Dia manusia menyembah.

Terkait dengan masalah ibadah, terdapat beberapa golongan hamba Allah yang sama-sama mengaku sebagai seorang hamba yang taat beribadah. Mereka memiliki berbagai pengertian yang berbeda dalam memahami apa hakikat dari ibadah.

Diantaranya ada golongan yang berpendapat bahwa ibadah itu adalah sikap taat dan ketertundukan seorang hamba kepada sang Kholiqnya dalam rangka Ta'abbud kepada-Nya. Akan tetapi mereka kurang memperhatikan hal-hal kecil diluar itu yang terkait dengan ibadah sosial,
pergaulan ataupun sikap toleransi dalam sitiap situasi.

Ada pula yang berpendapat bahwa dalam ibadah yang menjadi titik tekan adalah bagaimana seorang hamba bersungguh-sungguh tatkala mengerjakan sesuatu, dan sesuatu tersebut bernilai ibadah apabila ia tulus. Akan tetapi mereka acapkali menyepelekan ibadah mahdhoh, seperti sholat, puasa dan lain-lain.

Kemudian golongan yang terakhir adalah golongan yang dapat menserasikan antara golongan yang pertama dan kedua, mereka dapat mensinergikan antara ibadah mahdhoh dan ibadah ghoiru mahdhoh.

Akhir-akhir ini marak para kaum yang mengkaji masalah tersebut dan memunculkan kesimpulan yang aneh kedalam telingga kita, kemudian bagaimana sikap kita sebagai seorang terpelajar menyikapinya?


BAB II
PEMBAHASAN

A. Surah Ad-Dzariyat ayat 56
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
Artinya: Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku, (Qs. Ad-Dzariyat: 56)

 Tafsir surah Ad-Dzariyat ayat 56
Maksud ayat tersebut adalah Allah menciptakan manusia dengan tujuan untuk menyuruh mereka beribadah kepada-Nya, bukan karena Allah butuh kepada mereka. Ayat tersebut dengan gamblang telah menjelaskan bahwa Allah Swt dengan menghidupkan manusia di dunia ini agar mengabdi / beribadah kepada-Nya. Bukan sekedar untuk hidup kemudian menghabiskan jatah umur lalu mati.

Ibadah terdiri dari ibadah murni (mahdhah) dan ibadah tidak murni (ghairu mahdhah). Ibadah mahdhah adalah ibadah yang telah ditentukan oleh Allah, bentuk, kadar, atau waktunya, seperti shalat, zakat, puasa dan haji. Ibadah ghairu mahdhah adalah segala aktivitas lahir dan batin manusia yang dimaksudkannya untuk mendekatkan diri kepada Allah

Berdasarkan ayat tersebut, dengan mudah manusia bisa mendapat pencerahan bahwa eksistensi manusia di dunia adalah untuk melaksanakan ibadah / menyembah kepada Allah Swt dan tentu saja semua yang berlaku bagi manusia selama ini bukan sesuatu yang tidak ada artinya. Sekecil apapun perbuatan itu. Kehadiran manusia ke bumi melalui proses kelahiran, sedangkan kematian sebagai pertanda habisnya kesempatan hidup di dunia dan selanjutnya kembali menghadap Allah untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya semasa hidup di dunia.

Ayat ini pula dengan sangat jelas mengabarkan kepada kita bahwa tujuan penciptaan jin dan manusia tidak lain hanyalah untuk “mengabdi” kepada Allah SWT. Dalam gerak langkah dan hidup manusia haruslah senantiasa diniatkan untuk mengabdi kepada Allah. Tujuan pendidikan yang utama dalam Islam menurut Al-Qur’an adalah agar terbentuk insan-insan yang sadar akan tugas utamanya di dunia ini sesuai dengan asal mula penciptaannya, yaitu sebagai abid. Sehingga dalam melaksanakan proses pendidikan, baik dari sisi pendidik atau anak didik, harus didasarisebagai pengabdian kepada Allah SWT semata.

Mengabdi dalam terminologi Islam sering diartikan dengan beribadah. Ibadah bukan sekedar ketaatan dan ketundukan, tetapi ia adalah satu bentuk ketundukan dan ketaatan yang mencapai puncaknya akibat adanya rasa keagungan dalam jiwa seseorang terhadap siapa yang kepadanya ia mengabdi. Ibadah juga merupakan dampak keyakinan bahwa pengabdian itu tertuju kepada yang memiliki kekuasaan yang tidak terjangkau dan tidak terbatas.

Hikmah yang terkandung dalam surah Ad-Dzariyat ayat 56
 a. Jin dan manusia dijadikan Allah swt untuk tunduk dan merendahkan diri kepada-Nya.
 b. Menguatkan perintah kepada manusia untuk selalu berzikir dan beribadah kepada Allah swt.

B. Surat Al-Baqarah ayat 21
ياِيها الناس اعبدوا ربّكم الذى خلقكم والّذين من قبلكم لعلكم تتّقون
"Hai manusia, sembahlah tuhanmu yang telah menciptakan kamu dan orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertaqwa."

 Tafsir surat Al-Baqarah Ayat 21
Asbab An-Nuzul ayat tersebut berkaitan dengan hadits : mengkabarkan kepadaku Sa'id ibn Muhammad ibn Ahmad Az-Zahid, mengkhabarkan kepadaku Abu 'Ali ibn Ahmad Al-Faqih, mengkhabarkan kepadaku Abu Turob Al-Quhustani, menceritkan kepadaku Abdurrahman ibn Bisr, menceritakan kepadaku Rauh, menceritakan kepadaku Syu'bah, dari Sufyan Al-Tsauri, dari Al-A'mas, dari Ibrahim, dari Alqomah berkata : "Setiap ayat yang turun dan redaksinya memakai kata ياأيهاالناس maka ayat tersebut turun di Makkah dan ياأيهاالذين أمنوا maka ayat tersebut turun di madinah.

Yakni bahwa ياأيهاالناس  itu khitobnya kepada ahli Makkah dan ياأيهاالذين أمنوا  khitobnya kepada ahli Madinah, sedangkan ayat diatas khitobnya kepada orang-orang
musyrik Makkah.

Dalam pemaknaan lafadz الناس  terdapat perbedaan, ada dua qoul. Qoul pertama yaitu arti kata الناس ialah orang-orang kafir yang tidak menyembah Allah dan didukung firman Allah surat Al-Baqoroh ayat 23. qoul kedua berpendapat bahwa lafadz الناسlebih bersifat umum yaitu berlaku untuk seluruh manusia, maka khitobnya diperuntukkan untuk orang-orang yang beriman karena ia senantiasa melaksanakan ibadah dan juga diperuntukkan bagi orang-orang kafir karena mereka belum beribadah secara benar kepada Allah dan dengan ayat tersebut diharapkan mereka segera mau beribadah kepada-Nya.

Perintah beribadah dan menyembah Allah saja yang difahamkan dari ayat ini, adalah perintah yang telah dihadapkan pula oleh Allah SWT kepada seluruh manusia sejak zaman dahulu dengan perantara rasul-rasul-Nya.

C. Surat Thaha ayat 14
إنّنى أنا الله لاإله إلاّ أنا فاعبدٍْنى وأقم الصّلاة لذكرى
Artinya : "Sesungguhnya Aku adalah Allah, tidak ada tuhan selain Aku, maka senbahlah Aku dan dirikanlah sholat untuk menginggatku."

Sudah jelas dan gamblang bagaimana Allah menjelaskan kepada kita tentang cara menginggat Allah yaitu dengan sholat, maka janganlah memutar balikkan fakta tentang sesatu yang sudah jelas adanya.

Sungguh merugi kalau kita tidak mau berterimakasih kepada orang-orang yang telah berjasa kepada kita, Rasulullah SAW contohnya, ia adalah seorang rasul yang telah menerima dan menyampaikan perintah beribadah (baik berupa ibadah mahdhoh maupun ibadah ghoru mahdhoh) kepada kita semua sedang beliau bisa mensinergikan antara keduanya.

Walaupun kita tahu bahwa Rasulullah sudah dijamin oleh Allah, beliau melakukan ibadah mahdhoh maupunyang ghoiru mahdhoh, sedang kita orang yang banyak dosa sudah berani mendakwakan diri sebagai orang yang benar dan telah mengetahui hakikat.

Perlu kita camkan bahwa orang yang berusaha mencari-cari dalih agar ia terlepas dari segala kewajiban, maka pada hakiaktnya kita telah menodai Risalah yang dibawa oleh Rasulullah dan sekaligus kita adalah termasuk orang yang tidak punya rasa terimakasih. Sungguh benar dikatakan bahwa:
من لم يشكرالنّاس لا يشكر الله
Barang siapa yang tidak mau bersyukur (berterimakasih) kepada manusia, maka ia tidak mau barsyukur (brterimakasih) pula kepada Allah.

D. Surat Yasin Ayat 60-62
الم اعهد اليكم يابنى ادم ان لاتعبد الشيطان انه لكم عدو مبين   وان اعبدونى هذا صراط مسثقيم   ولقد اضل منكم جبلا كثيرا افلم تكونوا تعقلون 
60. Bukankah aku telah memerintahkan kepadamu Hai Bani Adam supaya kamu tidak menyembah syaitan? Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagi kamu",
61. dan hendaklah kamu menyembah-Ku. Inilah jalan yang lurus.
62. Sesungguhnya syaitan itu telah menyesatkan sebahagian besar diantaramu, Maka Apakah kamu tidak memikirkan ?

Tafsir Surat Yasin Ayat 60-62
60. Bukankah Aku telah memerintahkan melalui janji di zaman Azali dalam Perjanjian Fitrah, agar kalian tidak menyembah Syetan, yaitu menyembah kegelapan hijab keragaman, dan mengikuti ajakan imajinasi
Syetan adalah instrument Iblis, karena menurut Syeikh Abdul Karim Al-Jiily, syetan lahir dari perzinahan Iblis dengan hawa nafsu di pasar duniawi, lalu lahirlah ruibuan syetan yang menjadi alat hijab itu.
61. Jalan yang lurus adalah Jalan Penyatuan Musyahadah dalam kefanaan hamba menuju Baqa’Nya. Itulah puncak  maqom Tauhid.
62. Penyesatan syetan dari satu generasi ke generasi, adalah usahanya terus menerus agar manusia masuk dalam hijab kegelapannya, dan jauh dari Nur Tauhid itu sendiri, sehingga ia tidak menyadari akan Perjanjian Fitrahnya, ketika masih menjadi Ahsanu Taqwim, sebaik-baik makhluk.
Akal sehat adalah wujud mata hati yang memandang dengan Nur Ilahi. Bila akal sehat berapresiasi, maka ia mampu menembus tirai-tirai kegelapan. Sebab puncak kegelapan itulah yang disebut dengan Jahanam.

E. Surat Maryam Ayat 65
رَبُّ السَّماواتِ وَ الْأَرْضِ وَما بَيْنَهُما فَاعْبُدْهُ وَ اصْطَبِرْ لِعِبادَتِهِ هَلْ تَعْلَمُ لَهُ سَمِيًّا” 
“Tuhan (yang menguasai) langit dan bumi dan apa-apa yang ada di antara keduanya, Maka sembahlah Dia dan berteguh hatilah dalam beribadat kepada-Nya. Apakah kamu mengetahui ada seorang yang sama dengan Dia (yang patut disembah)”

 Tafsir  ayat : 65
Dialah Yang Menciptakan. Dialah yang meng¬atur semuanya dan Dia pula Yang Maha Kuasa dan segala keputusanNya tidaklah dapat dibantah dan dirobah, janganlah mendua hati lagi, jangan ragu dan jangan ada perasaan dalam hati bahwa ada yang kuasa selain Dia, Ujung ayat ini pun adalah salah satu tantangan lagi. Cobalah fikirkan baik-baik, adakah pada perkiraanmu satu kekuasaan lagi yang me¬nyamai kekuasaan Allah di dalam mentadbirkan semua langit dan bumi ini?

F. Surat Al-Nahl Ayat 36
وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِى كُلِّ أُمَّةٍ رَّسُولاً أَنِ اعْبُدُواْ اللَّهَ وَاجْتَنِبُواْ الْطَّـغُوتَ فَمِنْهُم مَّنْ هَدَى اللَّهُ وَمِنْهُمْ مَّنْ حَقَّتْ عَلَيْهِ الضَّلَـلَةُ فَسِيرُواْ فِى الاٌّرْضِ فَانظُرُواْ كَيْفَ كَانَ عَـقِبَةُ الْمُكَذِّبِينَ
“Dan sungguhnya Kami telah mengutus Rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): "Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut[826] itu", maka di antara umat itu ada orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula di antaranya orang-orang yang telah pasti kesesatan baginya[826]. Maka berjalanlah kamu dimuka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan (rasul-rasul).”

 TAFSIR AYAT
Kemudian daripada itu Allah SWT menjelaskan bahwa para Rasul itu diutus sesuai dengan Sunatullah, yang berlaku pada umat sebelumnya. Mereka itu adalah pembimbing manusia ke jalan yang lurus. Bimbingan Rasul-rasul itu diterima oleh orang-orang yang dikehendaki oleh Allah dan menyampaikan mereka kepada kesejahteraan dunia dan kebahagiaan akhirat, akan tetapi orang-orang yang bergelimang dalam kemusyrikan dan jiwanya dikotori oleh noda noda kemaksiatan tidaklah mau menerima bimbingan Rasul itu.

Allah SWT menjelaskan bahwa Dia telah mengutus beberapa utusan kepada tiap-tiap umat yang terdahulu, seperti halnya Dia mengutus Nabi Muhammad saw kepada umat manusia seluruhnya. Oleh sebab itu manusia hendaklah mengikuti seruannya, yaitu beribadat hanya kepada Allah SWT yang tidak mempunyai serikat dan larangan mengingkari seruannya, yaitu tidak boleh mengikuti tipu daya setan yang selalu-menghalang-halangi manusia mengikuti jalan yang benar. Setan-setan itu selalu mencari-cari kesempatan untuk menyesatkan manusia.

Tafsir Al-Azhar An-Nahl ayat: 36
“Dan sesungguhnya telah kami utus pada tiap-tiap ummat seorang rasul, agar mereka menyembah kepada Allah, dan menjauh dari berhala-berhala.”(pangkal ayat 36).

Sebagai ditafsirkan oleh ibnu katsir: “ Maka senantiasalah Allah mengutus Rasul-rasul kepada manusia, menyeru manusia supaya menyembah Allah yang Esa dan menjauhkan diri dari Thaghut, sejak terjadinya manusia mempersekutukan yang lain dengan Allah pada kaum Nuh, yang diutus kepada mereka Nuh. Maka Nuh itulah Rasul yang mula-mula sekali diutus oleh Allah ke muka bumi ini, sampai di tutup dengan kedatangan Muhammad s.a.w. yang dakwahnya melingkupi manusia, dan jin di timur dan barat, dan sama sekali itu adalah menurut satu pokok Firman Allah, yaitu membawa Wahyu bahwa tidak ada Tuhan melainkan Allah dan hendaklah kepada Allah saja beribadah”.

Kata Ibnu Katsir seterusnya: “ Tidak ada Allah ta’ala menghendaki bahwa mereka menyembah kepada yang selain Dia, bahkan Dia telah melarang mereka berbuat demikian dengan perantaraan lidah Rasul- rasulnya. Adapun kehendak Allah didalam mewujudkan sesuatu yang mereka ambil alas an mengatakan takdir, tidaklah hal itu dapat dijadikan hujjah, karena Tuhan Allah memang menciptakan neraka, dan penduduknya ialah syaitan-syaitan dan kafir-kafir, tetapi tidaklah Allah Ridla hambaNya jasi kafir. Dalam hal ini Tuhan mempunyai alas an yang cukup dan kebijaksanaan yang sempurna.”

“Maka diantar mereka ada orang yang diberi petunjuk  oleh Allah, dan diantara mereka ada yang tetap atasnya kesesatan, Maka berjalanlah di bumi dan pandanglah, bagaimana kesudahannya orang-orang yang mendustakan.”(ujung ayat 36)

Keterangan ayat ini Allah menunjukkan perbandingan diantara orang yang mendapat petunjuk Tuhan dan orang-orang yang sesat. Manusia disuruh memandang dan merenungkan perbedaan diantara hidup kedua golongan itu. Kita disuruh berjalan dimuka bumi dan memperhatikan bagaimana akibat dari orang yang mendustakan Tuhan, orang yang tidak sudi menerima kebenaran. Dalam ayat ini Allah menjelaskan tidak akan selamat orang yang mendustakan ajaranNya

G. Surat Al-Hajj Ayat 77
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا ارْكَعُوا وَاسْجُدُوا وَاعْبُدُوا رَبَّكُمْ وَافْعَلُوا الْخَيْرَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, ruku'lah kamu, sujudlah kamu, sembahlah Tuhanmu dan perbuatlah kebajikan, supaya kamu mendapat kemenangan.”

Ayat di atas merupakan perintah yang ditujukan kepada kaum beriman agar melaksanakan misi mereka. Hai orang-orang yang beriman, ruku’ dan sujudlah kamu, yakni laksanakan shalat dengan baik dan benar, serta sembahlah Tuhan Pemelihara dan Yang selalu berbuat baik kepada kamu, persembahan dan ibadah antara lain dengan berpuasa, mengeluarkan zakat, melaksaakan haji, dan aneka ibadah lainnya dan perbuatlah kebajikan seperti bersedekah, silaturrahim, serta amal-amal baik dan akhlak yang mulia, semoga kamu yakni lakukanlah semua itu dengan harapan mendapat kemenangan. 

M. Quraish Shihab berpendapat bahwa ayat ini secara umum telah mencakup semua tuntunan Islam, dimulai dari akidah yang ditandai dengan penamaan mereka yang diajak dengan orang-orang yang beriman, selanjutnya dengan memerintahkan shalat dengan menyebut dua rukunnya yang paling menonjol yaitu ruku’ dan sujud. Penyebutan shalat secara khusus karena ibadah ini merupakan tiang agama. Setelah itu disebut aneka ibadah yang mencakup banyak hal, bahkan dapat mencakup aktivitas sehari-hari jika motivasinya adalah mencari ridha Ilahi, dan akhirnya ditutup dengan perintah berbuat kebajikan yang menampung seluruh kebaikan duniawi dan ukhrawi, baik yang berdasar wahyu maupun nilai-nilai yang sejalan dengan tujuan syariat, baik yang berupa hukum dan undang-undang maupun tradisi dan adat istiadat. Jika hal-hal di atas dipenuhi oleh satu masyarakat, maka tidak diragukan pastilah mereka, secara individual dan kolektif, akan meraih keberuntungan yakni meraih apa yang mereka harapkan di dunia dan di akhirat.

La’allakum tuflihun (semoga kamu mendapat kemenangan) mengandung isyarat bahwa amal-amal yang diperintahkan itu, hendaklah dilakukan dengan harapan memperoleh al-falah (keberuntungan) yakni apa yang diharapkan di dunia dan di akhirat. Kata la’alla (semoga) yang tertuju kepada para pelaksana kebaikan itu, memberi kesan bahwa bukan amal-amal kebaikan itu yang menjamin perolehan harapan dan keberuntungan apalagi surga, tetapi surga adalah anugerah Allah dan semua keberuntungan merupakan anugerah dan atas izin-Nya semata.

Kata tuflihun terambil dari kata falaha yang juga digunakan dalam arti bertani. Penggunaan kata itu memberi kesan bahwa seorang yang melakukan kebaikan, hendaknya jangan segera mengharapkan tibanya hasil dalam waktu yang singkat. Ia harus merasakan dirinya sebagai petani yang harus bersusah payah membajak tanah, menanam benih, menyingkirkan hama, dan menyirami tanamannya, lalu harus menunggu hingga memetik buahnya. (M. Quraish Shihab, Vol-9, 2002:130 – 131)


H. Surat Az-Zumar Ayat 2 dan 3
فَاعْبُدِ اللَّهَ مُخْلِصًا لَهُ الدِّين () أَلا لِلَّهِ الدِّينُ الْخَالِصُ وَالَّذِينَ اتَّخَذُوا مِنْ دُونِهِ أَوْلِيَاءَ مَا نَعْبُدُهُمْ إِلا لِيُقَرِّبُونَا إِلَى اللَّهِ زُلْفَى إِنَّ اللَّهَ يَحْكُمُ بَيْنَهُمْ فِي مَا هُمْ فِيهِ يَخْتَلِفُونَ إِنَّ اللَّهَ لا يَهْدِي مَنْ هُوَ كَاذِبٌ كَفَّارٌ
“Maka sembahlah Allah dengan memurnikan keta’atan kepadaNya. Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah agama yang bersih. Dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah (berkata), ‘Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya.’ Sesungguhnya Allah akan memutuskan diantara mereka tentang apa yang mereka berselisih padanya. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk orang-orang yang pendusta lagi sangat ingkar.”

 Tafsir Surat Az-Zumar Ayat 2 dan 3
Allah SWT menjelaskan bahwa dia menurunkan kepada rasul-Nya kitab Al-Qur'an, dengan membawa kebenaran dan keadilan. Maksud "membawa kebenaran" dalam ayat ini ialah membawa perintah kepada seluruh manusia agar mereka beribadah hanya kepada Allah. Kemudian Allah menjelaskan cara beribadah yang benar itu hanyalah menyembah Allah saja, dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya, bersih dari pengaruh syirik atau riya'. Kebenaran yang terdapat dalam Al-Qur'an itu sesuai dengan kebenaran yang termuat dalam kitab-kitab Allah yang diturunkan kepada Rasul-rasul sebelumnya.

Sesudah itu Allah SWT memerintahkan kepada Rasul-Nya agar mengingatkan kaumnya bahwa hanya kepunyaan Allahlah agama yang bersih. Maksud agama dalam ayat ini adalah ibadah dan taat.
Oleh sebab itu ibadah dan taat itu hendaknya ditujukan kepada Allah semata, bersih dari syirik dan riya'.
Sebagai penjelasan dari makna Ad-Dien yang termuat dalam ayat ini dapatlah dikemukakan sebuah hadits :
يا رسول الله انىّ أتصدّق باالشّيء وأصنع الشّيء أريد به وجه الله وثناء النّاس. فقال رسول الله صلى الله عليه وسلّم : والّذى نفس محمّد بيده لايقبل الله شيئا شورك فيه, ثمّ تلا : ألا لله الدّين الخالص.
Artinya : bahwa seorang laki-laki berkata : "Ya Rasulallah! Sebenarnya saya akan menyedekahkan sesuatu, padahal saya berkeinginan dari perbuatan itu mendapat kerelaan Allah dan mendapat pujian dari manusia. Kemudian Rasulullah SAW bersabda : "Demi yang jiwaku didalam kekuasaan-Nya, Allah tidak akan menerima sesuatu yang didalamnya terdapat syirik. Kemudian beliau membaca ayat ini :
ألا لله الدّين الخالض
Ibn 'Arobi berkata: Ayat ini menunjukkan kewajiban niat dalam setiap pekerjaan. Jadi pada dasarnya setiap pekerjaan itu harus didasari keikhlasan. Akan tetapi jangan sampai niat kita mengendorkan semangat kita dalam berlomba-lomba dalam kebaikan, karena banyak orang yang beranggapan bahwa ketika mereka sudah berniat dengan ikhlas maka sudah cukup bagi mereka dan mereka enggan meningkatkannya. Mereka sudah merasa cukup dengan apa yang mereka kerjakan padahal itu belum seberapa nilainya dimata Allah SWT.

Berkaitan dengan surat Al-Baqarah ayat 21 diatas, ayat ini mengisyaratkan bahwa adanya suatu keharusan bagi setiap ibadah yang dikerjakan oleh setiap orang berdasarkan rasa ikhlas dan taat.

Masih berkaitan dengan keikhlasan dalam beribadah, benar dikatakan bahwa dalam melaksanakan ibadah harus didasari keikhlasan tapi juga harus difahami, ketika seseorang melakukan ibadah secara ikhlas tidak akan tercapai tanpa adanya pertolongan Allah kepada seorang hamba dalam melaksanakan ibadah tersebut.

Coba kita cermati firman Allah dalam surat Al-Fatihah :
ايّاك نعبد وايّاك نستعين
Lafadz ايّاك نعبد mengindikasikan adanya suatu keikhlasan penuh dalam beribadah, kemudian lafadz وايّاك نستعين berarti adanya pertolongan dari Allah untuk melaksanakan ibadah atau dalam kata lain kita dapat melaksanakan ibadah hanya karena pertolongan (hidayah dan taufiq) Allah. Apakah seorang hamba mampu untuk percaya kepada Allah kemudian ia melaksanakan segala perintahnya dan menjuhi segala laranganya apabila ia tidak mendapat Hidayah dan Taufiq dari Allah? Adakah yang dapat memberikan Hidayah ataupun Taufiq selain Dia?

Susunan ayat–ayat ini membawa pengertian "pengkhususan" yaitu pengkhususan "ibadah" kepada Allah. Jadi arti ayat ini: "kepada engkau sajalah kami tunduk dan berhina diri, dan kepada engkaulah kami memohonkan suatu pertolongan". Pertolongan yang khusus dimohonkan kepada Allah ialah tentang sesuatu yang berada diluar kemampuan dan kekuasaan manusia. " ايّاك" dalam ayat ini diulang dua kali, gunanya untuk menegaskan bahwa Ibadah dan Isti'anah itu masing-masing khusus dihadapkan kepada Allah, selain dari itu untuk dapat mencapai kelezatan munajat (berbicara) dengan Allah, karena bagi seorang hamba Allah yang menyembah dengan segenap jiwa dan raganya tak ada yang lebih nikmat dan lezat dari pada perasaannya dari pada bermunajat dengan Allah.

Baik juga diketahui bahwa dengan memakai " ايّاك" berarti menghadapkan pembicaraan kepada Allah, dengan maksud menghadirkan Allah SWT dalam ingatan, seakan-akan dia berada dimuka kita, dan kepada-Nya dihadapkan pembicaraan dengan khusuk dan tawadu'.

Kemudian di akhir ayat Allah SWT menjelaskan bahwa orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah, menurut mereka, mereka tidaklah menyembah pelindung itu melainkan dengan maksud supaya pelindung itu mendekatkan mereka kepada Allah dengan sedekat-dekatnya. Mereka beribadah bukan karena Allah melainkan kepada sesembahanya.

I. Surat al-Mu’minun Ayat 32

فَأَرْسَلْنا فيهِمْ رَسُولاً مِنْهُمْ أَنِ اعْبُدُوا اللهَ ما لَكُمْ مِنْ إِلهٍ غَيْرُهُ أَفَلا تَتَّقُونَ
(Lalu Kami utus kepada mereka, seorang rasul dari kalangan mereka sendiri) yaitu Nabi Hud ("Hendaklah) ia mengatakan kepada mereka (kalian menyembah Allah, sekali-kali tidak ada Tuhan selain daripada-Nya. Mengapa kalian tidak bertakwa) takut kepada azab-Nya karenanya kalian harus beriman kepada-Nya.

 Tafsir ayat ini:
Tersebut di dalam catatan al-Quran Surat al-A'raf, bahwasanya setelah binasa ummat Nabi Nuh, ditimbulkan Tuhanlah ummat yang baru, yaitu kaum `Ad dan pula kepada mereka seorang Nabi, yaitu Nabi Hud. Kedatangan Nabi ini, sebagaimana juga kedatangan setiap Nabi kepada kaumnya ialah memberi pimpinan pegangan hidup. Faham primitif yang mendewakan segala yang ganjil, menyembah segala yang bertuah, adalah dari kesalahan berfikir belaka.

Persembahan hanyalah kepada Tuhan Allah Yang Maha Esa. Tidak ada Tuhan selain Allah. Itulah yang diperingatkan oleh Nabi Hud itu sebagai tersebut dalam ayat 32 di atas. Beliau beri ingat dengan pertanyaan: "Tidakkah kamu takut?" Tidakkah kamu insafi bahwa perbuatanmu yang telah dimulai dengan kesalahan berfikir, akhir kelaknya akan membawa natijah yang salah juga ?

J. Surat al-Anbiya’ Ayat 25
وَمَا أَرْسَلْنَا مِن قَبْلِكَ مِن رَّسُوْلٍ إِلاَّ نُوْحِي إِلَيْهِ أَنَّهُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنَا فَاعْبُدُوْنِ
“Dan Kami tidak mengutus seorang Rasul pun sebelum kamu melainkan kami wahyukan kepadanya; bahwasannya tidak ada Ilah (yang hak) melainkan Aku, maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku”.

 Tafsir Al- Qur’an Surat Al-Al-Anbiya Ayat 25
Dan kami tidak mengutus seorang Rasul pun sebelum kamu Muhammad, kecuali kami wahyukan kepadanya bahwa tidak ada tuhan yang berhak disembah, kecuali Allah, maka ikhlaskanlah ibadah hanya untuk-Nya.

Maka setiap Nabi yang diutus oleh Allah mengajak untuk beribadah hanya kepada Allah yang tiada sekutu bagi-Nya, dan fitrah pun menjadi saksi hal tersebut. Sedangkan orang-orang musyrik tidak memiliki bukti dan hujjah yang jelas di sisi Rabb mereka, mereka akan mendapatkan kemurkaan dan azab yang amat pedih

Surat al-Anbiya’ Ayat 92
قُلْ إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ مِثْلُكُمْ يُوحَى إِلَيَّ أَنَّمَا إِلَهُكُمْ إِلَهٌ وَاحِدٌ فَمَنْ كَانَ يَرْجُو لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلًا صَالِحًا وَلَا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا
“Katakanlah: Sesungguhnya Aku Ini manusia biasa seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku: "Bahwa Sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan yang Esa". barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, Maka hendaklah ia mengerjakan perbuatan yang baik dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya"

Tafsir ayat ini:
Pada Kebiasaanya pada diri manusia itu ada kecenderungan berprilaku atau bersifat Hewani, maka dalam ayat ini disebutkan dengan menggunakan kata (بشر), Bukan ( انسان ), perbedaan antara kata بشر dan انسان adalah apabila بشر kecenderungan kepada hal-hal yang bersifat fisik atau berkulit sedangkan انسان lebih menunjukkan pada hal-hal yang bersifat kejiwaan.

Dalam tafsir ayat ini disebutkan bahwa kita sebagai manusia biasa terdapat suatu kesamaan dan perbedaan dengan Nabi,) مثلكم) yaitu sama-sama manusia ( (بشر tetapi ada pada diri Nabi sisi kelebihannya yaitu diberi Wahyu, dengan menggunakan kata (يوحي) mabni majhul yang berarti diberi wahyu bukan mendapatkan wahyu, dalam hal ini Nabi diberikan Wahyu oleh Allah sebagai tugas yang diembannya untuk disampaikan pada umatnya.

Dalam kandungan tafsir ayat ini juga terdapat suatu kemungkinan bagi manusia biasa untuk dapat bertemu dengan Tuhannya dialam dunia ini, Manusia bisa saja bertemu dengan Allah di dunia, hal ini sesuai dengan makna firman Allah:
فمن كان يرجوا لقاء رب
“Barang siapa yang mengharapkan perjumpaan dengan Rabbnya,”

Tapi bukan berarti bertemu dengan Tuhannya secara nyata atau dengan penglihatan mata telanjang, akan tetapi manusia dapat berjumpa dengan Tuhannya dengan beberapa cara yakni dengan cara menggunakan mata batinnya pada saat melakukan Shalat dalam keadaan khusyu’, keterangan potongan ayat tersebut di atas ada korelasinya dengan ayat:
الذين يظنون انهم ملقواربهم وانهم اليه راجعون
Artinya: (yaitu) orang-orang yang meyakini, bahwa mereka akan menemui Tuhannya, dan bahwa mereka akan kembali kepada-Nya. (QS. Al-Baqarah: 46)

Hal yang sangat aneh apabila manusia kelak di akhirat nanti menginginkan bertemu dengan Tuhannya, tapi di dunia ini tidak pernah bertemu dengan Allah, Jadi tidak akan mungkin seseorang akan bertemu dengan Allah kelak di akhirat nanti apabila di dunia ini ia belum pernah bertemu dengan Allah dengan mata batinnya dalam shalatnya yang khusya’. Maka manusia dituntut untuk selalu berbuat kebaikan dan berkarya yang baik lagi bermanfaat sebagai suatu target dan tujuan dalam penghambaan terhadap Allah.
فليعمل عملا صالحا ولايشرك بعبادة ربه احدا 
“Maka hendaklah ia mengerjakan perbuatan yang baik dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya" 

Dalam hidup ini kita dianjurkan untuk selalu berbuat baik kepada sesamanya dan hendaknya mempunyai suatu karya terbaik yang dapat selalu dikenang, dimanfaatkan dan dirasakan oleh semua orang sebagai suatu perwujudan pengabdian diri manusia terhadap Tuhannya, yang merupakan suatu target dalam hidup didunia untuk mengabdi kepada Allah. Semoga kita semua sebagai makhluk yang baik selalu berbuat baik untuk dunia ini dan dapat mempunyai suatu karya yang dapat dikenang dan dimanfaatkan oleh sesamanya


KESIMPULAN

Ibadah adalah suatu perintah dari Allah yang harus kita laksanakan dengan jiwa dan hati yang tulus dan ikhlas. Ibadah kita, mengisyaratkan bahwa kita sebagi seorang hamba membutuhkan terhadap rahmat, hidayah, taufiq maupun pertolongan dari Allah SWT, akan tetapi perlu di ingat bahwa rasa kebutuhan kita terhadap Allah tidak akan mengurangi rasa tulus ikhlas kita dalam beramal.

Terdapat dua jenis ibadah dalam diri manusia (ibadah mahdhoh dan ibadah ghoiru mahdhoh) yang keduanya harus seimbang, jangan dipahami setengah-setengah, karena keduanya adalah perintah yang diberikan Allah kepada kita semuanya melalui rasulnya Muhammad SAW.

Tiap-tiap ibadah yang kita kerjakan hendaknya didorong oleh keyakinan kepada kebesaran dan kekuasaan Allah serta timbul atas rasa syukur dan hutang budi kita kepada-Nya, jika demikian maka ibadah akan menjauhkan diri kita dari perbuatan yang tidak baik dan yang dilarang oleh Allah SWT.

Tetapi ibadah yang tidak didasari atas beberapa aspek diatas akan terkesan hanya karena sebatas memelihara tradisi yang sudah turun temurun, kendatipun memiliki rupa dan bentuk ibadah. Tak ada ubahnya dengan patung dan gambar yaitu hanya sebagai simbol. Selanjutnya ibadah yang semacam itu, tidak ada kesan dan buahnya kepada tabiat dan akhlak orang yang beribadah tersebut.


DAFTAR PUSTAKA

Departemen Agama RI, Al-Qur'an dan Tafsirnya, Jakarta, 2000
Al-Imam Fakhruddin Muhammad Umar ibn Al-Husain ibn Al-Hasan, At-Tafsir Al-Kabiir Au Mafaatiihul Ghoib, Beirut, Libanon : Dar Al-Kotob Al-'Alamiah, 2006
Shihab, M. Quraish, Logika Agama Kedudukan Wahyu & Batas-Batas akal Dalam Islam, Jakarta : Lentera Hati, 2005
Abu 'Abdillah Muhammad Ahmad Al-Ansori Al-Qurtuby, Al-Jami' Li Ahkami Al-Qur'an, Beirut, libanon : Dar Al-Kotob Al-'Alamiah, 2006
Nashiruddin Abi Sa'id Abdillah ibn Umar Muhammad Al-Syairozi Al-Baidhowi, Tafsir Al-Baidhowi, Beirut, Libanon : Dar Al-Kotob Al-'Alamiah, 2006
Shihab, M. Quraisy, Tafsir Al-Misbah Pesan "Kesan dan keserasian Al-Qur'an", Jakarta: Lentera Hati, 2002
Thalhah, Hisyam, Mu'jizat Al-Qur'an dan Hadits, Bandung: Sapta Sentosa, 2008
Al-Imam Abi Al-Hasan Ali ibn Ahmad Al-Wahidi, Asbaabu Nuzul Al-Qur'an, Beirut, Libanon : Dar Al-Kotob Al-'Alamiah, 2006
Departemen agama RI, Al-Qur'an dan Terjemahan Al-Jumanatul 'Ali, Bandung: CV penerbit ART, 2005
Blogger
Disqus

No comments