Makalah Ulumul Hadits Tentang Mentela'ah Kitab Imam Syafi'i



BAB I
PENDAHULUAN
Imam syafi’i merupakan salah seorang ulama yang sangat masyhur. Setiap orang yang memperhatikannya akan tertarik untuk mengetahui lebih dalam pribadinya, perilakunya serta peninggalannya yang telah membuat orang yang memperhatikannya menghormati, memuliakan, dan mengagungkannya. Imam asy-Syafi’i merupakan seorang tokoh Islam yang mempunyai nama yang cukup besar dalam menghulurkan sumbangan dan kemaslahatan (kebaikan) terutama dalam bidang ilmu pengetahuan dan pendidikan kepada seluruh umat Islam. Ketinggian ilmunya melebihi pujian yang diucapkan kepadanya. Penguasaan ilmu pengetahuannya yang bersumberkan kepada rujukan al-Quranul karim dan Sunnah Nabi amat disegani oleh pihak kawan maupun lawan.
Kehebatan Imam asy-Syafi’i amat menonjol dan tersohor sebagai seorang pelopor dan perumus pertama metodologi hukum Islam mengikut furuk (cabang) ilmu pengetahuan. Ushul fiqh (metodologi hukum Islam) ‘lahir’ setelah Imam Syafi’i menulis karya-karyanya yang begitu hebat dan amat menakjubkan dalam dunia keilmuan Islam dan Barat. Pada masa kini, Mazhab Syafi’i telah diikuti, diamalkan dan dijadikan panduan serta pedoman oleh 28% umat Islam seluruh dunia. Malah, merupakan mazhab yang kedua terbesar pengikutnya setelah Mazhab Hanafi.
1.            Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas maka kami mengambil rumusan masalah sebagai berikut:
A. Biografi imam syafi’i
B. Pendidikan imam syafi’i
C. Kepandaian ilmu pengetahuan imam syafi’i
D. Kitab-kitab imam syafi’i
E. Qaul qodim dan Qaul jadid


2.           Tujuan  Penulisan
Makalah ini ditulis untuk memenuhi tugas mandiri ulumul hadist dan sebagai mempeluas  wawasan pengetahuan  kita tentang mentela’ah kitab imam syafi'i biografi para ulama- ulama,agar kita bisa mengetahui tentang pendidikan,kepandaian, dan karya-karya yang ditulis oleh imam syafi’i














BAB II
PEMBAHASAN
A.BIOGRAFI IMAM SYAFI’I
Imam Syafi’i dilahirkan pada bulan Rajab tahun 150 H (767 M).  Beliau dilahirkan di Guzzah wilayah Asqalan yang letaknya di dekat pantai Lautan Putih (Laut Mati) sebelah tengah Palestina (Syam) dan ibunya telah menamakan beliau dengan nama “Muhammad”, maka berselang beberapa hari kemudian sampailah berita dari Baghdad yang menyatakan bahwa Imam Abu Hanifah telah wafat, dan telah dimakamkan di Rashafah, Baghdad sebelah Timur.
Riwayat yang lain menerangkan bahwa ketika itu oleh para family Imam Syafi’i telah diadakan perhitungan bahwa hari wafatnya Imam Abu Hanifah itu adalah tepat dengan hari kelahiran beliau. Dengan riwayat ini, maka sebagian ahli tarikh mencatat bahwa hari lahir Imam Syafi’i itu adalah bertepatan dengan hari wafat Imam Hanafi.[1]
Nama beliau adalah Abu Abdillah Muhammad bin Idris Abbas bin Utsman bin Syafi’i bin Saib bin Abdu Yazid bin Hasyim bin Abdul Muththalib bin Abdu Manaf, yaitu kakek yang keempat dari Rasul dan kakek yang kesembilan dari as-Syafi’i. Dengan ini jelaslah bahwa beliau ini adalah keturunan dari bangsa Arab Quraisy.[2]

B. PENDIDIKAN YANG DIPEROLEH IMAM SYAFI’I
Imam Syafi’i ketika dilahirkan ibundanya sudah dalam keadaan yatim. Kemudian setelah usia kurang lebih dua tahun, barulah beliau dibawa pulang ibundanya ke kota Makkah. Di Makkah beliau tetap dibawah asuhan ibundanya dengan penghidupan dan kehidupan yang sangat sederhana dan kadang-kadang menderita kesulitan. Meskipun dalam keadaan yatim dan miskin, namun beliau pada masa sebelum dewasanya, baru berusia 9 tahun sudah dapat menghafal al Qur’an 30 juz di luar kepala dengan lancarnya.[3]
Tingkat kemampuan Asy-Syafi’i dalam menghafal sungguh sangat baik, jika dia membuka buku dan ingin menghafal halaman perhalaman buku tersebut, beliau berusaha untuk menutupi halaman sebelahnya karena takut jika pandangannya tertuju pada halaman itu, lalu ikut terhafalkan. Kekuatan hafalan Asy-Syafi’i yang luar biasa ini disebabkan oleh iman yang kuat, keyakinan yang kokoh dan kepercayaan yang teguh. Meskipun kecerdasan yang sudah sangat luar biasa ini, terkadang beliau masih mengeluh tentang kelemahan hafalannya, yang menurutnya ini disebabkan oleh dirinya.[4]

C. KEPANDAIAN ILMU PENGETAHUAN IMAM SYAFI’I
Berhubung dengan riwayat tersebut maka dapat diketahui kepandaian Imam Syafi’i seperti berikut:
a. Beliau adalah seorang ahli dalam bahasa Arab, kesusastraan, syair dan sajak. Tentang syairnya ketika usia 15 tahun sudah diakui oleh para ulama ahli syair. Kepandaiannya dalam mengarang dan menyusun kata yang lebih indah dan menarik serta nilainya yang tinggi, menggugah hati para ahli kesusastraan bahasa Arab, sehingga tidak sedikit ahli syair pada waktu yang belajar kepada beliau.
b.   Beliau sejak berusia 15 tahun sudah termasuk seorang alim ahli fiqih di kota Makkah dan sudah diikutsertakan dalam majelis fatwa dan lebih tegas lagi beliau disuruh  menduduki kursi mufti.
c.    Kepandaiannya dalam bidang hadits dan ilmu tafsir dapat kita ketahui ketika beliau msih belajar kepada Imam Sofyan bin Uyainah di kota Makkah. Pada waktu itu beliau boleh dikatakan sebagai seorang ahli tafsir. Sebagai bukti apabila Imam Sofyan bin Uyainah pada waktu mengajar tafsir al-Qur’an menerima pertanyaan-pertanyaan tentang tafsir yang agak sulit, guru besar itu segera berpaling dan melihat kepada beliau dulu, lalu berkata kepada orang yang bertanya: “Hendaknya engkau bertanya kepada pemuda ini”, sambil menunjuk tempat duduk Imam Syafi’i[5]
d.   Beliau adalah seorang alim ahli hadits. Terbukti, kecuali semenjak sebelum dewasanya sudah hafal kitab Al Muwaththa’, beliau belajar ilmu hadits kepada Imam Sufyan bin Uyainah di kota Makkah, dan selanjutnya menyelami ilmu hadits dengan lebih dalam lagi kepada Imam Maliki di kota Madinah.
e.  Dari pernyataan para guru, para sahabat dan para murid Imam Syafi’i pada masa itu adalah cukup menjadi bukti yang menunjukkan kepandaian beliau tentang ilmu pengetahuan.[6]


D. KITAB-KITAB KARANGAN IMAM SYAFI’I
Imam Syafi’i menyusun banyak karya tulis yang berkaitan dengan ilmu fiqih dan ilmu hadits. Yaqut al-Hamawi mengatakan bahwa Imam Syafi’i telah menyusun seratus empat puluh tujuh buah karya tulis, tidak termasuk Ar-Risalah dan Al-Umm. Hanya saja kita tidak dapat mengatakan bahwa semua karya tulis Imam Syafi’i itu berbentuk kitab. 
Karya-karya tulis itu misalnya: Shalatul Kusuuf, Kariyyul Ibili war Rawahil, Muzara’ah, Al-Musaaqaat, Kitab Arradha’, Kitab Khathauththabib, Shalatul Khauf, Shalatul Janaiz, dan Yamiin Ma’asy Syaahid, hanyalah risalah-risalah tipis, berbeda halnya dengan kitab Al-Umm dan Ar-Risalah yang terdiri dari ratusan halaman. Kedua kitab  merupakan karya tulis Imam Syafi’i yang paling masyhur dan paling lengkap.[7]

E. QAUL QODIM DAN QAUL JADID
Ulama membagi pendapat Imam Syafi’i menjadi dua, yaitu Qaul Qadim dan Qaul Jadid. Qaul Qadim adalah pendapat imam Syafi’i yang dikemukakan dan ditulis di Irak. Sedangkan Qaul Jadid adalah pendapat imam Syafi’i yang dikemukakan dan ditulis di Mesir. Di Irak, beliau belajar kepada ulama Irak dan banyak mengambil pendapat ulama Irak yang termasuk ahl al-ra’y. Di antara ulama Irak yang banyak mengambil pendapat Imam Syafi’i dan berhasil dipengaruhinya adalah Ahmad bin Hanbal, al-Karabisi, al-Za’farani, dan Abu Tsaur.
Setelah tinggal di Irak, Imam Syafi’i melakukan perjalanan ke Mesir kemudian tinggal di sana. Di Mesir, dia bertemu dengan (dan berguru kepada) ulama Mesir yang pada umumnya sahabat Imam Malik. Imam Malik adalah penerus fikih Madinah yang dikenal sebagai ahl al-hadits. Karena perjalanan intelektualnya itu, Imam Syafi’i mengubah beberapa pendapatnya yang kemudian disebut Qaul Jadid. Dengan demikian, Qaul Qadim adalah pendapat imam Syafi’i yang bercorak ra’yu, sedangkan Qaul Jadid adalah pendapatnya yang bercorak sunnah.[8]
1. Beberapa contoh pendapat Qaul Qadim dan Qaul Jadid antara lain:
a.  Air yang terkena najis. Qaul Qadim: air yang sedikit dan kurang dari dua kullah, atau kurang dari ukuran yang telah ditentukan, tidak dikategorikan air mutanajjis selama air itu tidak berubah. Qaul Jadid: air yang sedikit dan kurang dari dua kullah, atau kurang dari ukuran yang telah ditentukan, tidak dikategorikan air mutanajjis apakah air itu berubah atau tidak.
b.  Hukum Azan, bila shalat seorang diri. Qaul Qadim: tidak perlu azan, sebab azan tujuannya untuk memberi tahu waktu shalat itu sudah tiba, sedang dia hanya shalat sendirian. Qaul Jadid: sunnah melakukan azan, karena suara azan akan didengar oleh makhluk Allah yang ada disekitarnya dan akan menjadi saksi nanti pada hari kiamat.
c.  Membaca talbiyah dalam thawaf. Qaul Qadim: sunat hukumnya membaca talbiyah dalam melakukan thawaf. Qaul Jadid: tidak sunat membaca talbiyah dalam melakukan thawaf.
d. Zakat buah-buahan. Qaul Qadim: wajib mengeluarkan zakat buah-buahan, walaupun yang tidak tahan lama. Qaul Jadid: tidak wajib mengeluarkan zakat buah-buahan yang tidak tahan lama.[9]













BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
1.      Imam syafi’i dilahirkan pada bulan Rajab tahun 150 H (767 M).  Beliau dilahirkan di Guzzah wilayah Asqalan yang letaknya di dekat pantai Lautan Putih (Laut Mati) sebelah tengah Palestina (Syam) dan ibunya telah menamakan beliau dengan nama “Muhammad”, maka berselang beberapa hari kemudian sampailah berita dari Baghdad yang menyatakan bahwa Imam Abu Hanifah telah wafat, dan telah dimakamkan di Rashafah, Baghdad sebelah Timur.
2.      Meskipun dalam keadaan yatim dan miskin, namun beliau pada masa sebelum dewasanya, baru berusia 9 tahun sudah dapat menghafal al Qur’an 30 juz di luar kepala dengan lancarnya.
3.        Beliau sejak berusia 15 tahun sudah termasuk seorang alim ahli fiqih di kota Makkah dan sudah diikutsertakan dalam majelis fatwa dan lebih tegas lagi beliau disuruh  menduduki kursi mufti.
4.      pendapat Imam Syafi’i menjadi dua, yaitu Qaul Qadim dan Qaul Jadid.sedangkan Qaul Qadim  adalah pendapat imam Syafi’i yang dikemukakan dan ditulis di Irak. Sedangkan Qaul Jadid adalah pendapat imam Syafi’i yang dikemukakan dan ditulis di Mesir









DAFTAR PUSTAKA
Moenawar Chalil, Biografi Empat Serangkai Imam Mazhab, Jakarta: PT Bulan Bintang, 1996, hal.149
Syaikh Muhammad Al-Jamal, Biografi Sepuluh Imam Besar, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2003, hal.63
M. Ali Hasan, Perbandingan Mazhab, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1996, hal.206
Musthofa Muhammad Asy Syak’ah, Islam Tidak Bermazhab, Jakarta: Gema Insani, 1994, hal.360
Jaih Mubarok, Modifikasi Hukum Islam, Studi tentang Qaul Qadim dan Qaul Jadid,  Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2002, hal.9-11.





[1]Moenawar Chalil, Biografi Empat Serangkai Imam Mazhab,(Jakarta: PT Bulan Bintang, 1996), hal.149
[2] Ibid, hal.150
[3] Ibid, hal. 152
[4] Syaikh Muhammad Al-Jamal, Biografi Sepuluh Imam Besar, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2003), hal.63

[5] M. Ali Hasan, Perbandingan Mazhab, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1996), hal.206

[6] Moenawar Chalil, Op.Cit, hal.176-177

[7] Musthofa Muhammad Asy Syak’ah, Islam Tidak Bermazhab, (Jakarta: Gema Insani), 1994, hal.360
[8] Jaih Mubarok, Modifikasi Hukum Islam, Studi tentang Qaul Qadim dan Qaul Jadid,  (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2002), hal.9-11.
[9] M. Ali Hasan, Op. Cit., hal.213-218.
Blogger
Disqus

No comments