Makalah Hadits Fitrahnya Bayi dan Rukun Islam
BAB I
PEMBAHASAN
A. HADITS TENTANG FITRAHNYA BAYI YANG BARU LAHIR
أخرج البخاري ومسلم
وابن المنذر وابن أبي حاتم وابن مردويه عن أبي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ،
قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «مَا مِنْ
مَوْلُودٍ إِلَّا يُولَدُ عَلَى الفِطْرَةِ، فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ،
وَيُنَصِّرَانِهِ، أَوْ يُمَجِّسَانِهِ، كَمَا تُنْتَجُ البَهِيمَةُ بَهِيمَةً
جَمْعَاءَ، هَلْ تُحِسُّونَ فِيهَا مِنْ جَدْعَاءَ» ثُمَّ يَقُولُ أَبُو
هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ: اِقْرَأُوا اِن ْشِئْتُمْ : فِطْرَةَ اللَّهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ
عَلَيْهَا لاَ تَبْدِيلَ لِخَلْقِ اللَّهِ ذَلِكَ الدِّينُ القَ
Artinya :
“Dari Abu Hurairoh, ia berkata, Rasulallah saw
bersabda, “Tidaklah seorang anak dilahirkan kecuali dalam keadaan fitrah. Lalu
kedua orang tuanyalah yang menjadikan ia Yahudi, Nashrani, dan Majusi,
sebagaimana dilahirkannya binatang ternak dengan sempurna, apakah padanya
terdapat telinga yang terpotong atau kecacatan lainnya?. Kemudian Abu Hurairoh
membaca, Jika engkau mau hendaklah baca, (tetaplah atas) fitrah Allah yang
telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah
Allah. (Itulah) agama yang lurus”[1]
1. Takhrij Hadits
Hadits tersebut ditakhrij oleh Bukhori,
Muslim, Ibnu al-Mundzir, Ibnu Abu Hatim dan Ibnu Mardawaeh, dan hadits ini
termaktu dalam kitab Shahih Bukhori, Sanad hadits ini adalah marfu’, muttashil
dan derajatnya adalah shahih.
2.Kandungan Hadits.
Manusia yang baru lahir sebenarnya sudah
membawa fitrah keagamaan yang lurus, namun kemudian orang tuanya lah yang
menjadikan agama mereka islam, yahudi,
nasrani dengan pendidikan, pengalaman dan kebiasaan yang diberikan oleh orang
tua.
Anak lahir ke dunia ini sudah membawa
fitrahnya, ada yang menafsirkan bahwa fitrah ini adalah fitrah keagamaan yaitu
agama islam, kemudian jika anak tersebut akhirnya beragama selain islam itu
adalah pengaruh dari orang tua dan lingkungannya. Sebenarnya labih pas jika
arti kata “Fitrah” lebih dimaknai sebuah “POTENSI” jika dikaitkan dalam dunia pendidikan.
Sehingga makna hadits Nabi “setiap anak dilahirkan dalam keadaan suci” secara
lebih luas dimaknai sebagai “Semua Anak Lahir di Dunia lahir dalam keadaan
Membawa Potensi”. Setelah dimaknai seperti inilah baru kita bisa menentukan
perjalanan hidup manusia di masa berikutnya. Kalau memakai kata “Suci”
pemaknaan yang banyak diartikan orang adalah bahwa anak itu lahir atau manusia
itu lahir kedunia pada awalnya memang adalah seorang makhluk yang baik. Apalagi
di dalam Islam dikatakan tidak ada kewajiban dan dosa bagi anak yang belum
dewasa. Seolah-olah anak lahir sudah membawa potensi menjadi baik. Lebih jauh
lagi jika dimaknai dengan “Potensi” ini akan berlainan tapi tidak berlawanan.
Maksudnya jika berlawanan nanti dianggap anak baru lahir itu membawa potensi
jelek. Bukan itu maksudnya. Maksud berlainan di sini adalah manusia atau anak
yang baru lahir itu berada di tengah-tengah antara potensi yang baik dengan
potensi yang buruk.
Dalam hadits ini lebih menekankan pada
pengaruh pendidikan keluarga pada pembentukan fitrah anak. Disini lah peran
orang tua sangat penting, karena jika membicarakan pendidikan keluarga secara
tidak langsung yang disoroti disini adalah pola asuh yang ditanamkan orang tua
untuk mengajarkan berbagai ilmu pada anak. Karena lebih dari 90% waktu anak
dihabiskan bersama orang tua di lingkungan keluarga.
Faktor pertama yang
mempengaruhi hasil belajar mengajar, jika merujuk pada teks hadis terdahulu
adalah lingkungan keluarga, sebagai unit pertama dan institusi pertama anak
dipelihara, dibesarkan dan dididik. Lingkungan keluarga di sini memberikan
peranan yang sangat berarti dalam proses keberhasilan anak dalam pendidikan.
Sebab di lingkungan inilah anak menerima sejumlah nilai dan norma yang
ditanamkan sejak awal kepadanya.
Pada masa kecil, keimanan anak belum merupakan
suatu keyakinan sebagai hasil pemikiran yang obyektif, tetapi lebih merupakan
bagian dari kehidupan alam perasaan yang berhubungan erat dengan kebutuhan
jiwanya akan kasih sayang, rasa aman dan kenikmatan jasmaniah. Peribadatan anak
pada masa ini masih merupakan tiruan dan kebiasaan yang kurang dihayati.
Peniruan sangat
penting dalam kehidupan anak, mulai dari bahasa, mode, adat istiadat dan
sebagainya. Hampir semua kehidupan anak berpangkal pada proses peniruan.
Misalnya saja, apabila anak-anak itu melihat orang tuannya shalat, maka mereka
juga mencoba untuk mengikutinya. Maka dari itu, lingkungan keluarga (rumah
tangga) merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat dan sikap
keberagamaan seseorang.
Hadits kedua ini sebenarnya hampir sama dengan
hadits datas namun hadits ini cakupnnya lebih luas dimana yang ikut berperan
dalam mempengaruhi fitrah seorang anak adalah lingkungan yang luas. Manusia
adalah makhlus sosial, dimana mereka saling berinteraksi satu sama lain. Dan
dalam hal interaksi inilah mereka memperoleh suatu informasi yang akan diserap
dan secara tidak langsung akan memberikan pengaruh pada pola pikir mereka.
Informasi yang mereka dapatkan inilah juga memberikan pengaruh besar pada
fitrah mereka baik fitrah ketuhanan, kepribadian, konsep baik – buruk, nilai
benar salah dan lainnya.
B.
HADITS TENTANG RUKUN ISLAM
“Dari Abu Abdurrahman Abdullah bin Umar bin Al Khatthab
radiallahu’anhuma ia mengatakan: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
“Islam itu dibangun di atas lima perkara: persaksian bahwa tidak ada sesembahan
yang berhak untuk disembah kecuali Allah dan Muhammad adalah hamba dan
utusan-Nya, menegakkan shalat, mengeluarkan zakat, berhaji ke Mekkah dan
berpuasa di bulan Ramadhan.” [2]
1. Penjelasan Hadits
a. Sabdanya “Islam didirikan di atas lima perkara…” terdapat penjelasan
akan besarnya lima perkara ini. Dan menunjukkan pula bahwa Islam terbangun di
atasnya. Dan ini merupakan perumpamaan sesuatu yang abstrak dengan sesuatu yang
kongkrit (nyata). Maka, sebagaimana bangunan tidak akan terbangun tegak tanpa
tiang-tiangnya, maka demikian pula dengan Islam, ia terbangun di atas lima
perkara ini. Dan lima perkara ini merupakan asas yang sangat mendasar. Adapun
selainnya (dari syariat Islam), maka hal itu merupakan cabang yang
mengikutinya.
b. Lima rukun ini, yang Islam terbangun
di atasnya, rukun pertama darinya adalah; dua kalimat syahadat. Kedua kalimat
ini merupakan asas dari segala asas, dan rukun-rukun selainnya datang
setelahnya dan mengikutinya. Maka, seluruh rukun Islam selainnya dan
ibadah-ibadah lainnya tidak akan bermanfaat jika tidak terbangun di atas dua
kalimat syahadat ini. Dua kalimat syahadat ini saling berhubungan (berkaitan).
Maka syahadat (persaksian) bahwa Muhammad adalah Rasulullah (utusan Allah)
harus dilakukan bersamaan dengan syahadat laa ilaaha illallaah (tiada tuhan atau sesembahan yang berhak
untuk disembah selain Allah). Substansi dan konsekuensi dari syahadat laa ilaaha illallaah adalah tidak
ada apapun dan siapapun yang disembah kecuali hanya Allah.
Dan konsekuensi dari syahadat bahwa
Muhammad adalah Rasulullah adalah segala ibadah harus dilakukan sesuai dengan
tata cara (syariat) yang dibawa oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Dan dua hal ini adalah landasan polok yang harus terpenuhi agar setiap amal
ibadah yang dilakukan oleh seseorang diterima (oleh Allah). Maka -sekali lagi-,
wajib ikhlas lillahi Ta’ala saja,
dan juga wajib hanya mengikuti
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam (dalam tata cara
beribadah).
c. Al-Hafizh, dalam Al-Fath (1/50),
berkata, “Jika dikatakan bahwa dalam hadits tidak disebutkan harus beriman
kepada para nabi dan malaikat dan yang lainnya dari apa-apa yang dikandung oleh
pertanyaan Jibril ‘alaihissalam?
Maka dijawab bahwa yang dimaksud
dengan syahadat adalah juga meyakini dan membenarkan Rasulullah dengan apa-apa
yang ia bawa (dari syariat ini). Dengan demikian, hal ini mencakup seluruh
keyakinan (aqidah).
d. Dan Al-Isma’ili berkata yang intinya
adalah hal ini termasuk penyebutan sesuatu dengan sebagiannya. Sebagaimana
engkau katakan bahwa saya telah membaca Al-Hamd (hamdalah atau pujian kepada
Allah), sedangkan yang kamu maksud adalah bahwa kamu telah membaca surat
Al-Fatihah. Maka demikian juga jika kamu berkata, “Aku bersaksi dengan risalah
Muhammad”, dan kamu bermaksud semua yang dibawa oleh beliau. Wallahu A’lam”.
e. Rukun Islam yang terpenting setelah syahadat adalah shalat. Dan Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam telah menamakannya
tiang agama Islam. Sebagaimana dalam hadits wasiatnya kepada Mu’adz bin
Jabal, yang akan datang pada hadits ke dua puluh sembilan dari kitab Arba’in
ini. Dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga telah mengabarkan
bahwa shalat adalah ibadah yang
terakhir hilang dari agama ini. Ia pun amalan pertama yang diperhitungkan pada Hari Kiamat. Lihatlah
As-Silsilatush Shahihah (1739), (1358), (1748). Dan dengannya pula seseorang dapat dibedakan apakah ia muslim atau kafir,
sebagaimana dalam Shahih Muslim (82). Dan mendirikan shalat dilakukan dengan
dua cara; salah satunya wajib, yaitu dengan melakukannya dengan cara yang
minimalis dan hanya sekadar membebaskan dirinya dari kewajiban. Dan (yang
kedua) mustahabbah, yaitu melakukannya dengan menyempurnakan hal-hal yang
mustahab (sunnah) dalam shalat.
f. Zakat merupakan pengiring shalat
dalam Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,
وَمَآ أُمِرُوٓاْ إِلَّا لِيَعۡبُدُواْ ٱللَّهَ
مُخۡلِصِينَ لَهُ ٱلدِّينَ حُنَفَآءَ وَيُقِيمُواْ ٱلصَّلَوٰةَ وَيُؤۡتُواْ
ٱلزَّكَو ةَۚ وَذَٲلِكَ دِينُ ٱلۡقَيِّمَةِ
”Padahal mereka tidak disuruh
kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam
(menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan
zakat. Dan yang demikian itulah agama yang lurus.” [3]
g. Dan zakat adalah ibadah dengan harta
yang manfaatnya dirasakan orang lain. Dan Allah mewajibkan pada harta
orang-orang yang kaya, agar orang-orang miskin mendapatkan manfaatnya, namun
tidak me-madharrat-kan si kaya tersebut. Karena zakat dilakukan hanya dengan
mengeluarkan harta yang sedikit dari harta yang banyak.
h. Berpuasa Ramadhan merupakan ibadah badaniyyah
(ibadah yang dilakukan dengan tubuh). Dan ibadah ini merupakan rahasia antara
seorang hamba dengan Rabb-nya. Tidak ada yang mengatahui seseorang melakukan
ibadah ini kecuali hanya Allah Subhanahu wa Ta’ala. Karena di
antara manusia ada yang tidak berpuasa di bulan Ramadhan, namun orang-orang
mengira bahwa ia sedang berpuasa. Dan di antara manusia ada yang berpuasa
sunnah, namun orang-orang mengira bahwa ia tidak berpuasa. Oleh karena itu,
telah datang dalam sebuah hadits yang shahih bahwa seseorang akan dibalas
(diberi pahala) sesuai dengan amalannya. Sedangkan satu kebaikan akan akan
dibalas sepuluh kali lipatnya hingga tujuh ratus kali lipat. Namun puasa
dikhususkan -dalam hadits ini- untuk Allah disebabkan tersembunyinya ibadah
ini, dan tidak ada yang mengetahuinya kecuali Allah.
i.
Ibadah haji menuju Baitullahil Haram merupakan ibadah maliyyah
badaniyyah (ibadah dengan harta dan tubuh). Dan Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam telah menerangkan keutamaannya dalam sabdanya,
j.
Rukun Islam yang lima ini disebutkan secara berurutan sesuai
dengan kepentingannya. Dimulai dengan dua kalimat syahadat yang merupakan asas
seluruh amal yang dijadikan ibadah (taqarrub) kepada Allah Subhanahu wa
Ta’ala. Kemudian shalat, yang berulang-ulang dalam sehari semalam lima
kali. Maka shalat ini merupakan sarana hubungan yang kuat antara seorang hamba
dengan Rabb-nya. Kemudian zakat, yang wajib dikeluarkan dari harta seseorang
apabila sudah mencapai setahun. Zakat ini manfaatnya dirasakan orang lain.
Kemudian puasa yang wajib dilakukan sebulan penuh dalam setahun. Dan ini
merupakan ibadah badaniyah yang manfaatnya hanya dirasakan oleh
pelakunya. Dan akhirnya ibadah haji yang tidak wajib dilakukan selama seumur
hidup kecuali hanya sekali saja.
k. Dalam Shahih Muslim
disebutkan bahwa Ibnu Umar radhiallahu ‘anhuma menyampaikan hadits ini
tatkala beliau ditanya oleh seseorang. Orang tersebut bertanya, “Tidakkah
engkau berperang?”. Kemudian Ibnu Umar membawakan hadits tersebut. Dalam hal
ini terdapat isyarat bahwa jihad tidak termasuk rukun-rukun Islam. Karena rukun
Islam yang lima ini berlaku dan harus dilakukan setiap saat oleh setiap orang
(Muslim). Berbeda dengan jihad, sesungguhnya hukum jihad adalah fardhu kifayah,
dan tidak harus dilakukan pada setiap waktu.
2. Pelajaran dan faidah hadits:
a. Pentingnya lima perkara ini, karena
Islam dibangun di atasnya.
b. Perumpamaan perkara-perkara yang
abstrak (maknawi) dengan perkara-perkara yang nyata (lahir), agar lebih mudah
difahami.
c. Memulai yang paling penting,
kemudian yang penting, dan seterusnya.
d. Bahwa dua kalimat syahadat merupakan
asas itu sendiri, dan ia juga merupakan asas bagi yang lainnya. Maka amalan
apapun tidak akan diterima kecuali jika terbangun di atasnya.
e.
Mengutamakan dan mendahulukan shalat di atas amalan dan
ibadah yang lainnya, karena itu merupakan hubungan yang kuat antara hamba dan
Rabb-nya.